IMPORTANT, MUST BE READ... : sebar kan Kutepati Janji Untuk Kembali Lagi ke Papuma
Title : sebar kan Kutepati Janji Untuk Kembali Lagi ke Papuma
sebar kan Kutepati Janji Untuk Kembali Lagi ke Papuma
IMPORTANT, MUST BE READ... Ada perasaan haru saat kembali menjejakkan kaki ke lokasi yang pernah dikunjungi. Bernostalgia mengingat rute jalan yang dilewati, sambil melihat-lihat perubahan yang kini terjadi di sana-sini. Tanjung Papuma, alhasil saya kembali lagi ke mari.
Terminal Tawang Alun menjadi titik pemberhentian saya siang ini. Waktu sudah memperlihatkan hampir pukul 15.00 saat saya tiba. Panas, udara yang saya rasakan sesudah turun dari bus Akas Asri yang mengantarkan saya dari Kota Surabaya. Peluh keringat pun tak terbendung lagi, bercucuran membasahi wajah dan sekujur badan. Saya mencari warung makan yang berada di depan terminal, untuk mengisi perut sambil mengistirahatkan badan. Kali ini saya pergi dengan seorang kawan. Kami berunding untuk mencari jasa sewa kendaraan atau estafet memakai transportasi umum melalui rute perjalanan yang pernah saya lakukan sebelumnya. Namun, mengingat waktu tempuh perjalanan dan terbatasnya waktu yang kami berdua alhasil menentukan untuk memakai jasa sewa kendaraan untuk mengantar kami ke Papuma.
Usai mendapat jasa kendaraan yang akan mengantar sesudah tawar-menawar, kami pun segera memasukkan barang ke dalam bagasi dan memulai perjalanan. Kali ini kami melewati Jalan Dharmawangsa, kemudian belok ke arah Jalan Otto Iskandar Dinata, kemudian lanjut ke arah Kecamatan Ambulu. Sepanjang perjalanan, kami disuguhi dengan pemandangan hamparan persawahan, sesekali dengan latar belakang perbukitan. Hujan yang turun dalam perjalanan menciptakan saya sedikit khawatir, apa iya tujuan kami untuk melihat pemandangan matahari karam akan terhalang oleh hujan? Saya pasrah, hanya sanggup memandangi beling pintu kendaraan yang lembap oleh air hujan.
Tiba di perempatan lampu merah Ambulu, ingatan saya pun pribadi sanggup mengingat kembali kenangan perjalanan ke Tanjung Papuma pada masa itu. Ketika pagi-pagi saya turun dari angkot dan disambut ajuan ojek ke Papuma, kemudian saya pun pribadi mengiyakan begitu saja tawarannya. Time flies, saya serasa masih sanggup mengingat betul rute jalan melewati sebuah perkampungan dengan jalan aspal yang cukup bagus. Melewati beberapa belokan, hingga alhasil menemukan pemandangan hamparan sawah dengan latar belakang perbukitan yang rindang, serta tak lupa bertemu dengan grandong yang kemudian lalang di jalan mengangkut barang. Grandong adalah sebuah kendaraan rakitan yang terbuat dari mesin diesel dan dibuat menyerupai mirip truk kecil. Kendaraan ini digunakan untuk alat angkut hasil pertanian/perkebunan yang biasa digunakan oleh masyarakat di pesisir selatan Jember hingga Banyuwangi.
Perjalanan kemudian berlanjut memasuki daerah hutan jati. Jika masih ekspresi dominan penghujan menyerupai sekarang, nuansa hutan jati terlihat rindang dengan dominasi daun-daun berwarna kehijauan. Jika memasuki ekspresi dominan kemarau suasananya akan lebih kontras lagi dibandingkan ekspresi dominan penghujan. Yang membedakan suasana dulu dan kini ialah jalan aspal yang terasa semakin remuk alasannya ialah lalu-lalang kendaraan yang semakin bertambah jumlahnya. Iya, Papuma kini sudah sangat populer di kalangan wisatawan, maka tak heran kalau jumlah kunjungan wisatawan kini semakin bertambah. Ada hal lucu saat kami memasuki pos retribusi. Tiba-tiba petugas meminta retribusi tiket masuk sebesar Rp 70.000,00 untuk dua orang plus mobil. Sontak saya kaget alasannya ialah di plang informasi tertulis harga tiket masuk untuk wisatawan hanya sebesar Rp 17.500,00 per-orang di hari libur dan retribusi kendaraan roda empat sebesar Rp 5.000,00. Jika ditotal saya berdua dengan mitra harusnya hanya membayar sebesar Rp 40.000,00. Saya memperlihatkan selembar uang "merah" kepada petugas dan diberi kembalian sebesar Rp 60.000,00, sempurna menyerupai jumlah yang saya perkirakan. Ah, mungkin saja petugas tersebut menerka kami berdua ialah bule alias wisatawan aneh yang akan berkunjung ke Papuma kali ya, alasannya ialah kami berdua memakai jasa taksi untuk mengantar kami ke sini.
Ujian untuk datang di Papuma ialah jalur tanjakan sesudah pos retribusi. Saya gres menyangka kalau tanjakan yang harus dilewati sangat terasa curam, padahal dahulu saat dibonceng dengan ojek saya merasa biasa saja. Namun kali ini saya benar-benar mengamati bagaimana medan jalannya. Curam dan berkelok, namun kondisi jalannya sudah jauh lebih baik daripada tahun 2012 dulu, di mana saya pertama kali menginjakkan kaki di Tanjung Papuma. Usai datang di Papuma, kami pun segera menuju bab penginapan yang dikelola Perhutani untuk memesan kamar. Syukurlah, masih ada kamar kosong yang sanggup kami gunakan, walaupun harga yang ditawarkan boleh dibilang kurang ramah dengan isi kantong kami. Tak apalah, kami memang sudah berniat untuk menginap di sini, menghabiskan senja dan menanti pagi keesokan harinya di Papuma. Tak ada waktu lagi untuk berleha-leha, usai membereskan barang dan berganti pakaian, kami pun segera menuju ke Siti Hinggil untuk menantikan matahari tenggelam. Ah, Papuma, alhasil kutepati janjiku untuk kembali lagi kemari !
Perjalanan kemudian berlanjut memasuki daerah hutan jati. Jika masih ekspresi dominan penghujan menyerupai sekarang, nuansa hutan jati terlihat rindang dengan dominasi daun-daun berwarna kehijauan. Jika memasuki ekspresi dominan kemarau suasananya akan lebih kontras lagi dibandingkan ekspresi dominan penghujan. Yang membedakan suasana dulu dan kini ialah jalan aspal yang terasa semakin remuk alasannya ialah lalu-lalang kendaraan yang semakin bertambah jumlahnya. Iya, Papuma kini sudah sangat populer di kalangan wisatawan, maka tak heran kalau jumlah kunjungan wisatawan kini semakin bertambah. Ada hal lucu saat kami memasuki pos retribusi. Tiba-tiba petugas meminta retribusi tiket masuk sebesar Rp 70.000,00 untuk dua orang plus mobil. Sontak saya kaget alasannya ialah di plang informasi tertulis harga tiket masuk untuk wisatawan hanya sebesar Rp 17.500,00 per-orang di hari libur dan retribusi kendaraan roda empat sebesar Rp 5.000,00. Jika ditotal saya berdua dengan mitra harusnya hanya membayar sebesar Rp 40.000,00. Saya memperlihatkan selembar uang "merah" kepada petugas dan diberi kembalian sebesar Rp 60.000,00, sempurna menyerupai jumlah yang saya perkirakan. Ah, mungkin saja petugas tersebut menerka kami berdua ialah bule alias wisatawan aneh yang akan berkunjung ke Papuma kali ya, alasannya ialah kami berdua memakai jasa taksi untuk mengantar kami ke sini.
Ujian untuk datang di Papuma ialah jalur tanjakan sesudah pos retribusi. Saya gres menyangka kalau tanjakan yang harus dilewati sangat terasa curam, padahal dahulu saat dibonceng dengan ojek saya merasa biasa saja. Namun kali ini saya benar-benar mengamati bagaimana medan jalannya. Curam dan berkelok, namun kondisi jalannya sudah jauh lebih baik daripada tahun 2012 dulu, di mana saya pertama kali menginjakkan kaki di Tanjung Papuma. Usai datang di Papuma, kami pun segera menuju bab penginapan yang dikelola Perhutani untuk memesan kamar. Syukurlah, masih ada kamar kosong yang sanggup kami gunakan, walaupun harga yang ditawarkan boleh dibilang kurang ramah dengan isi kantong kami. Tak apalah, kami memang sudah berniat untuk menginap di sini, menghabiskan senja dan menanti pagi keesokan harinya di Papuma. Tak ada waktu lagi untuk berleha-leha, usai membereskan barang dan berganti pakaian, kami pun segera menuju ke Siti Hinggil untuk menantikan matahari tenggelam. Ah, Papuma, alhasil kutepati janjiku untuk kembali lagi kemari !
IMPORTANT, MUST BE READ...
Thank for your attention sebar kan Kutepati Janji Untuk Kembali Lagi ke Papuma
my blog sebar kan Kutepati Janji Untuk Kembali Lagi ke Papuma, Have a nice day.
0 Response to "sebar kan Kutepati Janji Untuk Kembali Lagi ke Papuma"
Posting Komentar