sebar kan Pantai Pancer - Menelisik Perkampungan Nelayan Lokal Pesisir Selatan Banyuwangi

sebar kan Pantai Pancer - Menelisik Perkampungan Nelayan Lokal Pesisir Selatan Banyuwangi - Hallo gues welcome to my blog, you can read this article with title sebar kan Pantai Pancer - Menelisik Perkampungan Nelayan Lokal Pesisir Selatan Banyuwangi, Happy reading

IMPORTANT, MUST BE READ... : sebar kan Pantai Pancer - Menelisik Perkampungan Nelayan Lokal Pesisir Selatan Banyuwangi
Title : sebar kan Pantai Pancer - Menelisik Perkampungan Nelayan Lokal Pesisir Selatan Banyuwangi

Read More


sebar kan Pantai Pancer - Menelisik Perkampungan Nelayan Lokal Pesisir Selatan Banyuwangi

IMPORTANT, MUST BE READ...
Sebuah perjalanan memang butuh perencanaan. Namun, kadangkala hal-hal di luar planning justru menciptakan perjalanan kita lebih menarik dan penuh cerita. Berawal dari iseng susur pantai, kesannya menemukan sebuah perkampungan nelayan dengan kesibukan bongkar muat hasil tangkapan semalam.

Udara hambar menyapa kami di Pantai Pulau Merah pagi ini. Suasana masih sunyi senyap dari hiruk-pikuk manusia. Hanya terdengar bunyi ombak yang sesekali menghempas ke daratan dan beberapa anjing berlarian. Di sekitar pantai sudah terlihat satu dua warung yang masih buka dan melayani pengunjung yang memesan segelas kopi dan mie instan untuk menghalau udara dingin. Hingar bingar panggung hiburan semalam seolah sirna dikala orang-orang kembali menikmati peraduan dan terlelap dalam tidurnya.


Syahdu, menikmati suasana pagi ditemani bunyi hempasan ombak yang menghujam daratan. Senyap, alasannya yaitu pagi itu suasana masih gelap. Tak ada orang yang berlalu-lalang alasannya yaitu masih terlelap. Duduk di atas pasir pantai sambil menikmati suasana pagi, ditemani kerlipan lampu bahtera nelayan yang berada di seberang sana. Saya berbincang bersama seorang kawan, perihal pekerjaan, perihal kehidupan, dan perihal impian. Tiba-tiba dialog random kami buyar di dikala orang-orang tiba ke pantai dan menciptakan keramaian. Mungkin mereka kegirangan, bangkit pagi pribadi disambut oleh hamparan pasir dan ombak pantai. Namun kegaduhan itu hanya berlangsung sebentar dikala tiba-tiba turun hujan. Saya pun beranjak dan berteduh di salah satu payung besar yang masih terbuka, yang biasa disewakan bersama bangku malas di sana. Duduk terdiam sambil menerawang jauh ke tengah lautan, ah kenapa hujan tiba-tiba turun dengan deras pagi ini?

Pelangi yang Terlihat Samar
Setelah cukup usang duduk terdiam di bawah payung besar, kesannya perlahan-lahan hujan pun reda. Matahari mulai kembali menampakkan wujudnya dan belakang layar pelangi pun tiba menggantikan kepergian hujan. Saya mulai kegirangan, mencoba mengabadikan gambar lewat kamera. Namun apa daya, pandangan dari lensa mata serasa jauh lebih indah daripada bidikan kamera. Samar-samar terlihat bahtera nelayan terombang-ambing oleh ombak di kejauhan sana. Terlihat pula bukit-bukit hijau yang seolah menjadi benteng pertahanan dari hempasan ombak maritim selatan. Kami pun beranjak meninggalkan payung pantai yang melindungi kami dari air hujan tadi. Seolah ada sebuah panggilan yang mengajak kami untuk berjalan kaki menuju kerumunan bahtera di seberang lautan sana. Iya, kami pun mulai berjalan kaki menyusuri pasir pantai menuju dusun seberang daerah perahu-perahu kecil itu terlihat terombang-ambing oleh ombak lautan.


Tak terasa kaki ini sudah jauh melangkah meninggalkan Pantai Pulau Merah. Pulau karang yang menjadi ikon Pantai Pulau Merah pun terlihat berbeda bentuknya dari sisi kami berjalan sekarang. Wujud Gunung Tumpang Pitu yang berada di sisi Pantai Pulau Merah terlihat terperinci dari sisi kami berdiri sekarang. Gunung yang indah, yang menjadi benteng alami bagi warga sekitar dari ganasnya ombak maritim selatan, Namun sayang, Gunung Tumpang Pitu ini keberadaannya makin terancam alasannya yaitu kegiatan penambangan emas di sana. Kami tidak berjalan sendirian, ada rombongan bapak-bapak yang berjalan mengikuti kami. Beliau-beliau ini juga wisatawan yang semalam menginap di Pantai Pulau Merah, yang mungkin juga ingin tau dengan suasana di seberang sana. Lagi-lagi kami melihat semburat pelangi yang muncul di atas bukit bersahabat dusun seberang yang akan kami tuju. Indah nian warnanya dan kali ini kami berhasil membidiknya melalui lensa kamera. Sepanjang perjalanan susur pantai dari Pulau Merah menuju Pancer memang terlihat sepi tak berpenghuni. Hanya terlihat kawanan anjing yang lari-lari di sekitar pantai pada pagi hari. Pantainya pun masih terlihat alami dan jarang dijamah manusia. Kita masih sanggup melihat umang-umang dan kepiting kecil bebas berlarian di pasir pantai ini. Ya, keberadaan hewan-hewan ini menjadi indikator bila pantai ini memang benar-benar masih sepi.

Tiba di Pantai Mustika
Kurang lebih tiga puluh menit berjalan kaki, kami pun menemukan sebuah perkampungan. Perkampungan tersebut nampak sepi dari hiruk-pikuk dikala kami tiba. "Ini perkampungan beneran kan bukan halusinasi doang?", celetuk saya sambil bercanda. Dari kejauhan nampak pohon kelapa berderet rapi di tepian pantai. Suasananya senyap, seolah tak ada seorang pun di sana. Nampak beberapa bahtera nelayan sedang bersandar di tepian, di bersahabat formasi pohon kelapa yang tumbuh rindang. Tak terasa langkah kaki kami membawa kami ke Pantai Mustika, salah satu pantai yang berada satu formasi dengan Pantai Pulau Merah. Pantai ini masih relatif sepi, tak seramai ibarat Pantai Pulau Merah yang berada di sebelah.


Pantai Mustika nampak masih higienis dan terlihat alami. Pantainya berada dalam teluk, sehingga ombak di Pantai Mustika ini tidak terlalu besar. Ciri khas Pantai Mustika ini yaitu keberadaan pohon kelapa yang menjadikannya rindang. Ada beberapa gazebo kecil yang dibentuk untuk pengunjung yang datang. Pengunjung sanggup duduk-duduk santai sambil menikmati pemandangan pantai dan menyantap bekal masakan yang dibawa. Pantai Mustika membentuk setengah lingkarang dengan pasir putih dan air maritim kebiruan serta ombak yang tidak mengecewakan tenang. Pantai ini cukup kondusif bagi pengunjung yang ingin bermain ombak, namun tentu saja kewaspadaan diri harus selalu diperhatikan demi keselamatan.


Penamaan Pantai Mustika konon mempunyai kisah tersendiri. Pantai Mustika memang tidak jauh dari legenda Ratu Pantai Selatan alias Nyi Roro Kidul. Konon, dahulu Nyi Roro Kidul pernah tiba ke pantai ini. Sewaktu ia pulang, mustika yang ia kenakan tertinggal di pantai ini. Lalu ada seseorang yang menemukan mustika tersebut dan membuangnya ke maritim dengan harapan akan kembali ke pemiliknya alasannya yaitu dia mengetahui mustika tersebut yaitu milik Nyi Roro Kidul penguasa Pantai Selatan. Dari situlah pantai ini dinamakan Pantai Mustika. Entah benar atau tidaknya kisah tersebut, tapi legenda perihal mustika Nyi Roro Kidul yang tertinggal seolah menjadi legenda bebuyutan di masyarakat yang tinggal di Pantai Mustika ini.

Kami tidak lama-lama menikmati Pantai Mustika ini. Kerumuman orang-orang yang ada di pantai seberang lebih menarik perhatian kami daripada keheningan Pantai Mustika di pagi hari. Kami pun kembali melanjutkan langkah kaki menuju susunan bebatuan yang berfungsi sebagai pembatas dan pemecah ombak yang ada di sebelah, di mana hiruk-pikuk masyarakat sedang menggeliat di sana.

Menikmati Hiruk-Pikuk Pantai Pancer di Pagi Hari
Di balik susunan bebatuan yang menjadi batas wilayah Pantai Mustika, terlihat banyak bahtera nelayan yang bersandar dan sedang membongkar muat hasil tangkapan ikan semalam. Kami tiba di Pantai pancer, sebuah pantai yang berfungsi sebagai daerah berlabuh bahtera nelayan sekaligus sebagai daerah pelelangan ikan. Pagi itu para nelayan sedang bongkar muat ikan tuna dan ikan tongkol hasil melaut semalaman. Semua orang nampak sibuk dengan tugasnya masing-masing. Ada yang membawa ikan dari bahtera ke daratan. Ada yang mempersiapkan kotak-kotak yang berisi es watu untuk daerah penyimpanan ikan. Ada yang menyiapkan kendaraan untuk membawa ikan-ikan yang sudah dimasukkan ke dalam kotak penyimpanan. Ada pula segerombolan ibu-ibu yang menunggu di pinggir pantai sambil menunggu pengepul ikan yang datang.


Awalnya saya agak ragu untuk mengambil gambar dan berbincang dengan masyarakat sekitar alasannya yaitu takut mengganggu acara bongkar muat yang sedang mereka lakukan. Sampai kesannya rombongan bapak-bapak yang susur pantai bersama kami tadi menjadi ice breaker dengan warga sekitar. Beliau--beliau ini mulai aktif bertanya dan berinteraksi dengan warga, terutama ibu-ibu yang sedang menunggui ikan tadi. Kumpulan ibu-ibu yang tadi terlihat pendiam dan bermuka agak galak kini cukup ramah berbincang kepada kami. Kami bertanya perihal berapa harga ikan cakalang besar yang sedang dibongkar muat oleh nelayan setempat. Kami cukup terkaget-kaget dengan harga ikan cakalang besar yang ditawarkan di daerah pelelangan ikan di Pantai Pancer ini. Harga satu ekor ikan cakalang dihargai Rp 60.000,00 saja, masih sanggup ditawar. Satu ekor ikan cakalang besar tersebut mungkin mempunyai bobot antara tujuh hingga sembilan kilogram. Saya hanya sanggup tercengang alasannya yaitu harga yang ditawarkan begitu murah. Jauh lebih murah daripada ikan yang saya beli di Papuma kemarin.



Saya bersama rombongan bapak-bapak tadi meminta izin kepada ibu-ibu ini untuk mengangkat ikan-ikan tersebut sebagai objek foto untuk kenang-kenangan. Berbeda dengan ikan yang biasa saya temui di supermarket atau pasar, ikan segar hasil tangkapan nelayan ini tidak terlalu berbau amis. Mungkin alasannya yaitu ikan-ikan hasil tangkapan ini masih benar-benar segar diambil dari lautan. Walaupun menjadi pelabuhan nelayan dan daerah pelelangan ikan, namun Pantai Pancer ini terlihat cukup higienis dan sama sekali tidak terkesan kumuh. Saya gres sadar, ternyata perkampungan di sekitar sini bila pagi terlihat sepi alasannya yaitu sebagian besar penduduknya beraktivitas bongkar muat tangkapan ikan di Pantai Pancer ini.

Rasanya saya masih ingin berlama-lama berada di Banyuwangi dan sejenak menikmati Pantai Pancer dan Pantai Mustika ini. Sayang, kami sudah berjanji kepada bapak ojek untuk menjemput kami pagi ini di penginapan. Dengan terburu-buru kami mencari jasa ojek untuk mengantar kami kembali ke Pantai Pulau Merah. Kami sudah tidak sanggup lagi berjalan kaki menyusuri pantai untuk kembali, ditambah waktu kami yang mepet sehingga jasa ojek sanggup mempersingkat waktu tempuh kami. Beruntung kami bertemu dengan seorang nelayan yang merangkap sebagai ketua kelompok sadar wisata di Pantai Mustika ini. Beliau bersedia mengantarkan kami ke penginapan, tapi ia izin untuk mandi dan membersihkan diri sehabis selesai melaut tadi pagi. Masa tunggu ini kami gunakan untuk membeli sarapan yang ada di warung makan di Pantai Mustika.

Sarapan Nasi Pecel Lauk Udang yang Terasa Istimewa
Dari pengalaman santap malam tadi malam di salah satu warung makan di Pantai Pulau Merah menciptakan kami harus jeli dikala membeli makanan. Bukan problem rasa, melainkan harga masakan yang cukup tinggi bagi kami. Dari beberapa sajian yang tersedia di salah satu warung di Pantai Mustika, kami menjatuhkan pilihan kepada sajian nasi pecel. Kami dibentuk terdiam dan berpikir sejenak dikala ibu pemilik warung menunjukkan lauk kepada kami. "Mau lauk udang apa cumi mbak?", dengan ragu kami berpikir dan terdiam sejenak. Kami menentukan lauk tahu dan tempe alasannya yaitu berpikir bila memakai lauk udang atau cumi, niscaya harganya akan jadi mahal. Seolah mengerti kegelisahan kami, ibu warung pun hanya tertawa dan berakata, "Tenang saja mbak, di sini harganya tidak dinaikkan ibarat pantai sebelah kok, mau pakai udang atau cumi harganya sama, cuma sepuluh ribu saja".


Tanpa berpikir panjang, kami pun menentukan lauk udang, walau cumi masak tinta hitamnya juga menggoda. Nasi pecelnya enak, rasa sambalnya pas, perpaduan antara pedas dan gurih. Tekstur kacangnya pun masih terasa. Dan yang menciptakan kami cukup keheranan yaitu porsi udangnya. Porsi udangnya banyak dan masih segar. Cara masaknya pun pas dan tidak terasa amis. Walaupun dibalut dengan tepung yang agak tebal, namun tekstur daging udangnya masih terasa.


Sayang, kami tidak sanggup berlama-lama menikmati Pantai Pancer dan Pantai Mustika alasannya yaitu kami harus buru-buru kembali ke penginapan. Kami sudah berjanji dengan bapak ojek yang mengantar kami kemarin untuk menjemput kami di Pantai Pulau Merah. Pagi ini kami harus kembali ke Surabaya dan melanjutkan perjalanan menuju Jogja. Bapak ojek yang mengantar kami juga keheranan, kenapa kami terlalu buru-buru berada di Pulau Merah. Sore kami gres tiba di sana, kemudian keesokan paginya kami sudah harus pergi dari sana. Ah, mungkin lain kali saya akan meluangkan waktu lebih untuk menikmati pesisir selatan Banyuwangi ini pak !

Note :
Saya gres menyadari satu hal, bila Pantai Pancer ini bersebelahan dengan Pantai Wedi Ireng. Pantai Wedi Ireng ini cukup banyak direkomendasikan oleh warga Banyuwangi untuk dikunjungi alasannya yaitu keindahan pantainya yang menggoda. Ada dua cara untuk mencapai Pantai Wedi Ireng. Cara pertama yaitu memakai jasa bahtera dari Pantai Pancer. Biaya sewa bahtera sekitar Rp 50.000,00 per orang untuk rute pulang pergi. Cara kedua yaitu dengan jalan kaki menyusuri bukit di bersahabat Pantai Pancer. Lama perjalanan sekitar 30 menit menyusuri bukit. Mungkin lain kali saya niscaya akan tiba kembali ke Banyuwangi :)


IMPORTANT, MUST BE READ...

Thank for your attention sebar kan Pantai Pancer - Menelisik Perkampungan Nelayan Lokal Pesisir Selatan Banyuwangi

my blog sebar kan Pantai Pancer - Menelisik Perkampungan Nelayan Lokal Pesisir Selatan Banyuwangi, Have a nice day.

Now you read article sebar kan Pantai Pancer - Menelisik Perkampungan Nelayan Lokal Pesisir Selatan Banyuwangi this permalink article is https://alasjogja.blogspot.com/2017/11/sebar-kan-pantai-pancer-menelisik.html Thank you and Best regards. You Can read nice Tips below. IMPORTANT, MUST BE READ...

0 Response to "sebar kan Pantai Pancer - Menelisik Perkampungan Nelayan Lokal Pesisir Selatan Banyuwangi"

Posting Komentar